Bukittinggi TriargaNews, - Walikota Bukittinggi Ramlan Nurmatias mengatakan, ini bukan persoalan pendidikan tapi persoalan hak saat menyinggung tentang perkara sengketa tanah antara Pemko Bukittinggi dengan Universitas Fort de Kock.
Hal ini disampaikan saat Rapat Paripurna DPRD Memperingati Hari Jadi Kota Bukittinggi ke 241 Tahun 2025, di Gedung Serbaguna Bung Hatta, Hotel Monopoli Bukittinggi, pada Senin, 22 Desember 2025.
Terkait masalah sengketa tanah di Universitas Fort de Kock, Walikota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias mengatakan bahwa Pemko Bukittinggi tidak kalah (dalam hasil putusan pengadilan sebelumnya) karena tidak ada perintah membatalkan AJB (Akta Jual Beli), menyerahkan tanah dan sertipikat.
Hadir dalam Rapat Paripurna DPRD Memperingati Hari Jadi Kota Bukittinggi ke 241 Tahun 2025, diantaranya Walikota dan Wakil Walikota Bukittinggi, Ketua, Wakil dan Anggota DPRD kota Bukittinggi, Unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, Para Kepala Dinas dan jajaran Pemko Bukittinggi serta tamu undangan.
Saat Rapat Paripurna DPRD tersebut Walikota Bukittinggi menyampaikan, dalam putusan pengadilan, pemerintah tidak beritikad baik, lalu saya berpikir, karena saya juga membaca putusan itu. Yang pertama, kalau dibilang kalah saya katakan tidak.
"Karena tidak ada perintah membatalkan AJB, menyerahkan tanah dan sertipikat, hanya itu. Saya sudah dua kali dipanggil KPK, disaat sikap pemerintah disitu dipertanyakan, saya paham itu, karena putusan sudah jelas Bapak-Ibu," ujarnya.
Lanjut Ramlan, kalau dibilang tidak beritikad baik bahwa kenyataan ada yang menjual tanah, AJB ada, dibayar, sertipikat sama kita, ada.
"Nah, Fort de Kock mengadu kemana-mana. Ngadu kesana, ngadu sini, ngadu sana-sini. Kalau saya agak keras, mahasiswa yang diajaknya demo. Saya bilang, ini bukan persoalan pendidikan, persoalan hak, pendidikan beda," jelasnya.
Tambah Ramlan, juga termasuk fasilitas umum yang ada di tanah Fort de Kock itu, diambil Fort de Kock dibangun tanpa izin pemerintah, coba bayangkan, fasum.
"Jadi kita punya tanah 2 sertipikat, yang 5000 (meter) satu dan 2000 (meter) satu. Nah sekarang Fort de Kock ingin tukar guling. Apakah pemerintah tidak boleh tukar guling, boleh, dengan catatan tanah itu tidak bermanfaat bagi pemerintah," jelas Ramlan.
"Tanah itu bermanfaat untuk bangun gedung DPRD. Apakah boleh tanah itu dihibahkan, tidak mungkin kepada yayasan bisnis, karena ini aset tidak bergerak," ungkapnya.
"Maka, saat rapat-rapat dengan Sekda, saya sampaikan, sampaikan ke DPRD. Apapun bentuk aset tidak bergerak seluruhnya keputusan DPRD, sampaikan ke DPRD, harus persetujuan DPRD," ujarnya.
Akhir bahas sengeketa tanah dengan Universitas Fort de Kock saat Rapat Paripurna DPRD, Walikota Bukittinggi menyampaikan, ini perlu saya sampaikan saat ini, supaya jangan rancu semua. (*)

Komentar0