TUMpTSOoTfrlGUY6GSr6GSW7BY==

Artikel - Menembus Bencana, Menjaga Marwah Profesi: Perjalanan Berat Peserta UKW di Tengah Duka Sumatera Barat

Peserta Uji Kompetensi Wartawan (UKW) jenjang Madya dan Utama dari Solok, Agam, Mentawai, dan Bukittinggi di Padang, Rabu (3/12/2025) 

Padang, Triarganews.com - Pagi itu, udara masih pekat oleh kabut dan kecemasan. Jalanan yang biasanya dilalui ribuan orang setiap hari, kini berubah menjadi rangkaian titik rawan: longsor, banjir, dan ruas-ruas yang putus. Namun di tengah bencana yang memporak-porandakan Sumatera Barat, ada sekelompok wartawan yang tetap melangkah. Mereka adalah para peserta Uji Kompetensi Wartawan (UKW) jenjang Madya dan Utama dari Solok, Agam, Mentawai, dan Bukittinggi.

Mereka datang bukan untuk gagah-gagahan. Mereka datang untuk menjaga marwah profesi di saat masyarakat paling membutuhkan informasi yang benar.

Biasanya, perjalanan dari Bukittinggi menuju Padang dapat ditempuh lewat Lembah Anai dalam 2–2,5 jam. Namun tidak pada awal Desember ini. Jalur itu tertutup total akibat longsor hebat yang menyeret material tanah, batu, hingga pepohonan besar ke badan jalan.

Jalan alternatif? Hanya satu: Sitinjau Lauik, jalur berkelok yang terkenal ekstrem. Waktu tempuhnya melonjak menjadi 6 hingga 7 jam.

“Berangkat dari subuh, jam 5 kurang sedikit. Sampai di Padang… sudah lewat tengah hari,” ujar salah seorang peserta UKW Madya dengan mata yang masih menyimpan letih. “Tapi bagaimana pun, kami harus sampai. Ini tanggung jawab.”

Sepanjang perjalanan, mereka tak hanya melewati jalan rusak, mereka menyaksikan langsung duka masyarakat: sawah yang luluh lantak, pematang yang tergerus banjir bandang, aliran air yang menyeret harapan para petani.

Di beberapa titik, ambulans berseliweran. Warga memikul barang seadanya. Anak-anak berdiri di tepi jalan, memandang dengan mata bingung, seakan bertanya kapan rumah mereka kembali utuh.

Di sinilah dilema muncul. Para wartawan sebenarnya ingin berhenti, membantu, atau setidaknya mengambil gambar dan cerita untuk diberitakan. Tetapi mereka juga sedang berkejaran dengan waktu ujian yang menentukan profesionalitas mereka sebagai jurnalis.

“Berat sekali rasanya. Kita melihat bencana, tapi tetap harus melanjutkan perjalanan. Itu pergulatan batin,” kata peserta lainnya.

Setibanya di Padang, sebagian peserta masih membawa rasa pusing karena kelokan Sitinjau Lauik. Ada yang belum sempat sarapan. Ada yang matanya merah karena tidak tidur sejak malam sebelumnya. Namun begitu ujian dimulai, mereka duduk tegak. Mereka berusaha fokus. Mereka tahu: kompetensi bukan sekadar sertifikat, ini tentang amanah kepada publik.

Di ruang itu, yang hadir bukan hanya wartawan yang sedang diuji. Yang hadir adalah keteguhan, ketulusan, dan tekad untuk tetap profesional di tengah kondisi tersulit.

UKW yang berlangsung di Padang tahun ini mungkin menjadi salah satu yang paling emosional. Sebab di balik setiap lembar tugas, ada kisah perjalanan yang tertulis dengan keringat, hujan, dan rasa takut terhadap kondisi jalan.

Namun justru di tengah bencana inilah, terlihat jelas bahwa jurnalisme bukan pekerjaan biasa. Ia menuntut ketangguhan, baik di lapangan maupun dalam mental.

Para peserta dari Solok, Agam, Mentawai, dan Bukittinggi membuktikan satu hal: bencana boleh meruntuhkan jalan, tapi tidak akan meruntuhkan semangat wartawan Sumatera Barat untuk tetap maju, belajar, dan melayani publik.

Dan pada akhirnya, meski datang dengan pakaian basah oleh hujan dan tubuh yang masih goyah karena perjalanan jauh, mereka tiba di ruang UKW dengan satu hati: tetap semangat, tetap bertahan, tetap menjadi jurnalis yang memberi harapan.

Triarganews. combangga menjadi saksi perjalanan ini, perjalanan melampaui bencana, melampaui rasa takut, menuju profesionalitas yang lebih tinggi.

Bismillah

Linda Sari

Komentar0

Type above and press Enter to search.