Syafril SE Datuak Rajo Api
Agam-Pokok Pokok Pikiran (POKIR) DPRD merupakan amanat peraturan perundang-undangan yang dimulai dari tahap perencanaan daerah, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah.
Secara sederhana POKIR dapat dijelaskan sebagai suatu mekanisme penyampaian usulan dan aspirasi masyarakat kepada DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) yang kemudian menjadi bahan dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah.
Dalam prakteknya, proses dimulai dari pengumpulan/penjemputan aspirasi masyarakat ke Jorong, Nagari, Kecamatan dan berbagai elemen masyarakat baik dalam bentuk proposal dan lainnya.
Usulan - usulan POKIR tersebut diinput pada aplikasi Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).
Selanjutnya usulan POKIR tersebut masuk ke dalam RKPD, KUA-PPAS, RAPBD dan disahkan pada sidang Paripurna DPRD menjadi APBD dalam bentuk PERDA, yang kemudian dijabarkan secara rinci dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Semua usulan POKIR yang masuk akan dibahas oleh Pimpinan DPRD dan atau Badan Anggaran DPRD dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk menentukan besaran/pagu anggaran.
Setelah pagu POKIR yang terakumulasi dalam DPA masing-masing SKPD ditetapkan, maka Sekretaris Daerah bertanggung jawab melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan tersebut.
Sementara SKPD yang melaksanakan urusan pengelolaan keuangan daerah (BAKEUDA/ DPKAD), bertanggung jawab mengelola anggaran kas dan memastikan bahwa kegiatan dapat dibayarkan sesuai anggaran yang sudah ditetapkan.
Selesai kegiatan dilaksanakan, Kepala SKPD terkait lalu mengajukan permintaan uang ke Badan Keuangan Daerah (BAKEUDA) untuk dilakukan pembayaran ke rekanan - rekanan sebagaimana mestinya.
Kalau ada uang di kas daerah akan langsung dibayar, kalau tidak ada uang di kas daerah, maka akan menjadi tunda bayar (hutang belanja) Pemerintah Daerah kepada rekanan yang akan dibayarkan tahun anggaran berikutnya.
Kegiatan-kegiatan yang telah selesai dikerjakan rekanan tapi belum dibayar, akan masuk tunda bayar (hutang belanja) setelah diverifikasi oleh Inspektorat Kabupaten/ Kota, akan masuk ke dalam Utang Daerah pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Masuk Neraca), yang termasuk kategori Belanja Wajib dalam struktur belanja daerah.
Hutang Belanja (tunda bayar) kepada rekanan, adalah kewajiban Pemerintah Daerah kepada rekanan - rekanan untuk membayar atau melunasi dan bukan tanggung jawab Kepala SKPD secara pribadi untuk membayar atau melunasi kepada rekanan (CV / PT).
Untuk lebih memahami penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran dalam pengelolaan keuangan daerah berikut faktor-faktor pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam PP 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri 77 tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pengelolaan Keuangan Daerah sendiri adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggung Jawaban, dan pengawasan Keuangan Daerah.
Kepala Daerah (Bupati/ Wali Kota) sebagai Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah, dengan kewenangan antara lain.
Menyusun dan mengajukan Ranperda APBD untuk dibahas bersama DPRD, menetapkan Perda tentang APBD yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD, menetapkan kebijakan terkait Pengelolaan Keuangan Daerah, mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak terkait Pengelolaan Keuangan Daerah yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat, serta menetapkan kebijakan pengelolaan APBD.
Sekretaris daerah selaku koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah mempunyai tugas antara lain koordinasi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, koordinasi RAPBD/P, koordinasi penyiapan pedoman pelaksanaan APBD; persetujuan pengesahan DPA SKPD, memimpin Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (Kepala SKPD Pengelola Keuangan Daerah/ BAKEUDA) memiliki tugas menyusun dan melaksanakan kebijakan Pengelolaan
Keuangan Daerah, menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD/P, mengesahkan DPA SKPD, melakukan pengendalian pelaksanaan APBD, menyiapkan Anggaran Kas, melakukan pembayaran berdasarkan permintaan PA/KPA atas Beban APBD.
Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran (PA) mempunyai tugas antara lain menyusun DPA SKPD, melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja, melaksanakan anggaran SKPD, menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM), menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD, serta mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya.
Terakhir bendahara yang bertugas mengajukan permintaan pembayaran.
Dari uraian di atas terlihat bahwa pelaksanaan kegiatan dan angaran (DPA) merupakan tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh Kepala SKPD sebagai Pengguna Anggaran.
Sekretaris Daerah selaku perpanjangan tangan Kepala Daerah, baik sebagai Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah maupun sebagai Ketua Tim Penilai Kinerja ASN bertugas dan bertanggung jawab melakukan monitoring dan evaluasi.
Dalam hal terdapat kegiatan yang sudah tercantum pada DPA tidak dilaksanakan maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran.
Jika tidak dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan pada berbagai SKPD, dan kemudian tidak ada penilaian kinerja terhadap SKPD maka Sekretaris Daerah berarti telah lalai.
Apabila pelaksanaan DPA terdapat kebijakan dan atau keadaan yang membuat kegiatan tidak mungkin dilaksanakan maka Kepala Daerah sebagai Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah dapat menetapkan kebijakan terkait Pengelolaan Keuangan Daerah atau mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak terkait Pengelolaan Keuangan Daerah yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat.
Dalam hal menunda kegiatan, tidak melaksanakan Pokir/ APBD, tidak ada kewenangan SKPD untuk tidak melaksanakan Pokir/ APBD, dengan kata lain POKIR/APBD wajib dikerjakan SKPD terkait, tidak melaksanakan Pokir/APBD adalah pelanggaran.
Dalam kondisi tertentu, kewenangan untuk menunda kegiatan ada di Kepala Daerah sesuai dengan PP 12 tahun 2019 dan Permendagri 77 tahun 2020, dengan kata lain Penundaan/ Pembatalan pelaksanaan APBD harus dengan Kebijakan Kepala Daerah.
APBD memiliki fungsi penting dalam mendorong perekonomian, antara lain sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi daerah, alat untuk mewujudkan pemerataan pembangunan daerah, dan alat untuk meningkatkan kualitas SDM serta daya saing daerah.
Untuk mengawal agar pelaksanaan kegiatan, optimalisasi serapan anggaran di beberapa daerah dibentuk Tim Asistensi Percepatan Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (TEPRA), yang melibatkan berbagai instansi, untuk mengakselerasi agar APBD (yang didalamnya termasuk POKIR) betul-betul dapat terlaksana dengan baik sesuai aspirasi masyarakat.
Ringkasnya setelah APBD ditetapkan maka Sekretaris Daerah bertugas melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan APBD.
Kepala SKPD (Kepala Dinas) bertugas, harus melaksanakan kegiatan POKIR/ APBD
Kepala Bakeuda bertugas mengelola Anggaran Kas dan memerintahkan pencairan/ pembayaran, setelah kegiatan POKIR/ APBD diselesaikan rekanan.
Dan Bendahara bertugas melaksanakan pembayaran setelah kegiatan diselesaikan rekanan.
Apakah semua anggaran belanja dan kegiatan di Kabupaten/ Kota yang masuk APBD (POKIR), sudah dilakukan monitoring sebagaimana mestinya?
Apakah APBD/ POKIR sudah dilaksanakan/ diselesaikan sebagaimana mestinya?
Apakah POKIR/ APBD yang sudah terlaksana/ selesai sudah dibayarkan sebagaimana mestinya?
Apakah ASN di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota, sudah melaksanakan tugas dan fungsi (POKIR) sebagaimana mestinya?
Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil secara rinci mengatur Sasaran Kinerja Pegawai, rencana kinerja dan target yang harus dicapai.
Apa - apa yang menjadi pengukur/ penilaian keberhasilan dan kegagalan kinerja tiap tiap individu PNS sudah ada pedoman/ ketentuannya.
Apakah target hasil kinerja yang harus dicapai, realisasi kinerja, serta bagaimana mengevaluasi, memberikan reward and punishment terhadap PNS dimaksud.
Apakah penilaian terhadap kinerja Kepala Dinas/ Kepala Badan/ Sekretaris Daerah dan Pejabat Eselon 2 lainnya sudah berjalan sesuai pedoman/ ketentuan?
Apabila POKIR telah sah masuk APBD yang disetujui disidang paripurna DPRD Kabupaten/ Kota dan menjadi Perda dan sudah ada DPA, kemudian tidak terlaksana. Siapkah yang bersalah dan siapakah bertanggung jawab : apakah salah TAPD, Sekda, apakah tanggung jawab Dinas terkait, Badan Keuangan Daerah atau salah siapa?. Atau ketidak mampuan dalam mengelola keuangan daerah.
Bagi Sekretaris Daerah, Kepala Dinas, Kepala Badan, TAPD dan Pejabat Eselon 2 lainnya yang tidak mengerjakan POKIR, yang tidak melaksanakan PERDA APBD apakah ini artinya berkinerja buruk, lalai, tidak mampu. Apakah bisa diberi sangsi, diberi peringatan, ditegur. Selanjutnya bolehkah dievaluasi, digeser, dinon jobkan, atau jangan dipakai lagi. Karena mengecewakan masyarakat, berpotensi memberikan dampak dan citra buruk pada Pemerintah Kabupaten/ Kota.
Penguasa atau pejabat daerah yang tidak melaksanakan POKIR ini, apakah dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum, atau apakah berpotensi melanggar hukum?.
Kemudian terakhir karena pokir yang tidak dikerjakan ini, tahun berikutnya kembali tidak dilaksanakan. Bisakah masyarakat meminta penjelasan?, meminta keadilan?, mengharapkan kepastian hukum?.
Karena Kita Negara Hukum, Hukum adalah Panglima,
Bila masyarakat ingin mendapatkan keadilan, meminta kepastian hukum. Kemana harus mengadu, kemana harus melapor?, kemana bisa minta keadilan?, kemana bisa minta kepastian hukum?
Apakah bisa ke Ombudsman RI, apakah boleh ke PTUN, Apakah boleh Kejaksaan, atau apakah bisa ke LBH dan lainnya sebagainya?.
Penulis:Syafril, S.E., Dt. Rajo Api
Editor : Lindafang
Komentar0